Tampilkan postingan dengan label ketenagakerjaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ketenagakerjaan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 11 September 2011

Objek Hukum Dalam Hubungan Kerja

Objek Hukum Dalam Hubungan Kerja 
Objek hukum dalam hubungan kerja adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Dengan kata lain tenaga yang melekat pada diri pekerja merupaka objek hukum dalam hubungan kerja. 
Objek hukum dalam perjanjian kerja, yaitu hak dan kewajiban masing-masing pihak secara timbal balik yang meliputi sayarat-syarat bekerja atau hal lain akibat adanya hubungan kerja. Syarat-syarat kerja selalu berkaiatn dengan upaya penigkatan kesejahteraan oleh buruh. Antara kepentingan pengusaha dengan kpentingan pekerja pada hakikatnya adalah bertentangan. 
Objek hukum dalam hubungan kerja tertuang dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja bersama/perjanjian kerja bersama. Kedudukan perjanjian kerja adalah dibawah peraturan perusahaan, sehingga apabila ada ketentuan dalam perjanjian kerja yang bertentangan dengan perturan perusahaan maka yang berlaku adalah peraturan perusahaan. Perjanjian kerja secara teorstis yang membuat adalah buruh dan majikan, tetapi kenyatannya perjanjian kerja sudah dipersiapkan majikan untuk ditandatangani buruh saat buruh diterima kerja oleh majikan. 
Bila diperusahaan sudah ada serikat pekerja, maka antara serikat pekerja dan majikan dapat membuat Perjanjian Kerja Bersama (selanjutnya disebut PKB). Dahulu disebut dengan Kesepakatan Kerja Bersama (selanjutnya disebut dengan KKB). Ketentuan PKB/KKB menurut syarat-syarat kerja yang mencerminkan hak dan kewajiban majikan dan buruh. Pembuatan KKB dapat diakukan oleh serikat pekerja dan majikan diluar jam kerja atau diatur dengan sedemikian rupa dibuat di luar kota dengan waktu khusus. Dalam praktik banyak serikat pekerjA yang ada diperusahaan memeprsulit terbentuknya KKB dengan cepat. 
Di Indonesia masih jauh dari kenyataa akan adanya peran serta buruh dalam upaya meningkatkan produktivitas . buruh sering hanya diletakkan dalam posisi aktor produksi. Keikutsertaan buruh dalam pemilikan saham seperti di Jepang masih belum dijangkau meskipun sudah terdapat rambu-rambu dari UU No. 21 Tahun 200, serikat pekerja dapat mengupayakan kepemilikan saham bagi buruh. Sebagai langkah awal yang baik adalah penerapan pemberian upah buruh yang didasarkan pad gabungan antara produktivitas dan prestasi. Untuk peningkatan peran serta mungkin kita dapat mencontoh teknik-teknik Jepang, misalnya adanya kotak saran yang dtunjukkan hanya untuk upaya produktivitas atau efisiensi bahan baku yang disertai dengan imbalan tertentu. Objek hukum dalam hubungan kerja dapat dilihat dalam Gambar 3.3 berikut.

Subjek Hukum Dalam Hubungan Kerja

                        Subjek Hukum Dalam Hubungan Kerja
Subjek hukum dalam hubungan kerja pada dasarnya adalah pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 memebrikan perbedaan penegtian pengusaha, perusahaan, dan pemberi kerja.
Subjek hukum yang terkait dalam perjanjian kerja pada dasarnya adalah buruh dan majikan. Subjek hukum mengalami perluasan, yaitu dapat meliputi perkumpulan majikan, gabungan perkumpulan majikan atau APINDO untuk perluasan majikan. Selain itu terdapat serikat pekerja/buruh, gabungan serikat pekerja atau buruh sebagai perluasan dari buruh.
Pembahasan mengenai hubungan industrial tidak dapat terlepas dari fungsi atau peran serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan.
Serikat pekerja atau buruh diatur oleh Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh. Munculnya Undang-Undang ini sebagai hasil reformasi dari hanya diakuinya satu serikat pekerja, SPSI. Setelah adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000, serikat pekerja/buruh yang sudah terdaftar kurang lebih ada 60. Ini merupakan jumlah terbanyak bagi suatu negara yang mempunyai serikat pekerja/buruh lebih dari satu di seluruh dunia.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, pekerja/buruh adalah setiap ornag yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Adapun pengusaha berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah:
  1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
  2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
  3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar wilayah indonesia.
Batasan pengusaha berbeda dengan pemberi kerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Adapun perusahaan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah:
  1. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang memepekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
  2. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memepekerjakan ornag lain.

Pengertian Hubungan Kerja


Pengertian Hubungan Kerja

Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, hubungan kerja adalah hubungan antara penguasaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.

Unsur-unsur perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah:
  1. Adanya pekerjaan (arbeid);
  2. Di bawah perintah/gezag ver houding (maksdunya buruh melakukan pekerjaan atas perintah majikan, sehingga bersifat subordinasi);
  3. Adanya upah tertentu/loan.
  4. Dalam waktu (tijd) yang ditentukan (dapat tanpa batas waktu/pensiun atau berdasarkan waktu tertentu).
Unsur yang pertama adalah pekerjaan (arbeid), yaitu pekerjaan itu bebas sesuai dengan kesepakatan antara buruh dan majikan, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perudang-undanga, kesusilaa, dan ketertiban umum.
Unsur kedua, yaitu dibawah perintah (gezag ver houding), di dalam hubungan kerja kedudukan majikan adalah pemberi kerja, sehingga ia berhak dan sekaligus berkewajiban memberikan perintah yang berkaiatan dengan pekerjaannya. Kedudukan buruh sebagai pihak yang menerima perintah untuk melaksanakan pekerjaan. Hubungan buruh dan majikan adalah hubungan yang dilakukan antara atasan dan bawahan, sehingga bersifat subordinasi (hubungan besifat vertikal, yaitu atas dan bawah).
Unsur ketiga adalah adanya upah (loan) tertentu yang menjadi imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh buruh. Pengertian upah berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah hak pekerja/buruh yang diterima dinyatakan dalam bentuk sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan begi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atua akan dilakukan.
Unsur yang keempat adalah waktu (tidj), artunya buruh bekerja untuk waktu yang ditentukan atau untuk waktu yang tidak tertentu atau selama-lamanya.
Waktu kerja dalam satu minggu adalah 40 jam/ minggu. Untuk 6 hari hari bekerja perminggu seharinya bekerja 7 jam dalam lima hari dan 5 jam dalam 1 hari. Adapun untuk 5 hari kerja perminggu kerja perminggu bekerja selama 8 jam sehari. Apabila kebutuhan proses produksi menghendaki adanya lembur, hanya diperbolehkan lembur maksimal 3 jam perhari atau 14 jam perminggu. Kenyatannya lembur yang terjadi didalam praktik melebihi batas maksimal tersebut.
Selama bekerja, setiap 4 jam pekerja bekerja, harus diberikan istirahat selama setengah jam. Dalam satu minggu harus ada istirahat minimal satu hari bekerja. Dalam satu tahun pekerja harus diberikan istirahat 12 hari kerja/ tahun. Apabila pekerja telah bekerja selama 6 tahun maka wajib diberika istirahat/cuti besar selam satu bulan dengan menerima upah penuh.
Untuk waktu teretentu yang dikenal dengan istilah kontark kerja dan pekerja harian lepas. Sedangkan untuk waktu yang tidak tertentu dikenal dengan pekerja tetap.
Berdasarkan ketentuan pasal 50 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Pidana

            kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Pidana

Kedudukan hukum perburuhan dalam hukum pidana adalah pentingnya penerapan sanksi hukum bagi pelanggar peraturan perundang-undangan. Terdapat asas legalitas dalam hukum pidana, yaitu suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum apabila perbuatan tersebut sudah dituangkan dalam undang-undang. Penerapan sanksi harus mendasarkan pada ada tidaknya kesalahan yang dibuktikan dengan adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat yang terjadi. Sanksi, hakikatnya merupakan perampasan hak seseorang, oleh karena itu harus dibuat secara demokratis. Bentuk peraturan yang mencerminkan situasi demokratis adalah undang-undang atau peraturan daerah karena dalam pembuatannya melibatkan suara atau wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR atau DPRD.
Kedudukan hukum ketenagakerjaan dalam tata hukum indonesia secara teoriris dapat dipisahkan menjadi tiga bidang, yaitu perdata, administrais, dan pidana. Dalam prakteknya harus dijalankan secara berhubungan satu dengan yang lain. Hubungan hukum yang dilakukan oleh pengusaha dan pekerja didasarkan pada perjanjian kerja, peraturannya masuk lingkup hukum perikatan yang menjadi bagian hukum perdata. Selama proses pembuatan, pelaksanaan, dan berakhirnya hubungan kerja harus diawasi oleh pemerintah sebagai konsekuensi menjalankan fungsi besturr, polite, dan rechtpraak. Apabila selama proses pembuatan, pelaksanaan, dan berakhirnya hubungan kerja terdapat pelanggaran hukum maka dapat diterapkan sanksi pidana yang menjadi kajian dalam bidang hukum pidan 
Permasalahn hukum perburuhan yang lainnya adalah dalam kaitannya dengan globalisas. Tenaga kerja yang tersedia di Indonesia adalah unskilllabour, sementara tuntunan secara universal dalam era pasar bebas menuntut adanya kesempaatan dan perlakuan yang sama bagi tenaga kerja (service/jasa) dan barang yang masuk atau keluar. Hal ini berarti setiap ornag dapat bekerja di dalam atau diluar negeri tanpa adanya pembatasan-pembatasan atau perlakuan yang tidak adil. Demikian juga dengan barang yang masuk atau keluar tidak boleh diadakan pembedaan bea. Pada saat ini Pun sebenarnya sudah dirasakan oleh pengusaha alumunium Indonesia dimana baru-baru ini sudah masuk alumunium dari Australia dengan harga yang lebih murah dan mutu yang lebih baik. Selain itu, juga ditemukan fakta bahwa harga Kursi Betawi di Malaysia jauh lebih murah dari pada di Indonesia.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa hal ini dapat terjadi? Australia kita ketahui bukan sumber alumunium, jauh lebih banyak kandungan alumunium Indonesia, dan upah tenagakerja disana jauh lebih mahal jika dibandingkan di Indonesia. Sementara itu, kursi betawi jelas-jelas produksi Indonesia. Mungkin penyebabnya adalah indonesia terjadi inefisiensi biaya produksi, sehingga output yang dihasilkan kurang memenuhi sasaran persaingan. Atau mungkin inefisiensi terketak pada biaya siluman, Indonesia terkenal sebagai negara korup.

Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Administrasi

            Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Administrasi
Kedudukan hukum ketenagakerjaan dalam hukum administarsi yang diperhatikan ada dua hal, yaitu subjek hukum dalam penyelenggaraan negara dan bagaimana perannya. Subjek hukum dalam penyelenggaraan negara menyangkut tiga hal, yaitu pejabat, lembaga, dan warga negara. Pejabat dalam hal ini adalah pejabat negara yang tunduk pada ketentuan hukum administarsi.
Perannya berkaiatan dengan menjalankan fungsi negara di dalam pembuatan peraturan atau pemberian izin (bestuur), bagaimana negara melakukan pencegahan terhadap suatu hal yang dapat terjadi (politie) dan bagaimana upaya hukumnya (rechtspraak). Pemerintah sebagai penyelenggara negara dibidang ketenagakerjaan harus dapat melaksanakan ketiga fungsi itu dengan baik.

Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Perdata

    Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Bidang Hukum Perdata
Kedudukan hukum ketenagakerjaan di bidang hukum perdata pada hakikatnya yang memegang peranan penting didalam hubungan industrial adalah pihak-pihaknya, yaitu buruh dan majikan saja.
Hubungan antara pengusaha dan pekerja didasarkan pada hubungan hukum privat. Hubungan ini didasarkan pada hukum perikatan yang menjadi bagian dari hukum perdata. Pemerintah hanya berlaku sebagai pengawas atau lebih tepatnya dapat menjalankan fungsi fasilitator apabila ternyata dalam pelaksanaan muncul suatu perselisihan yang tidak dapat mereka selesaikan.
Selain itu, fungsi pengawasan dari pemerintah dapat maksimal bila secara filososfis kedudukan pemerintah lebih tinggi dari yang diawasi (buruh-majikan). Hal ini belum terlaksana karena pejabat Depnaker sebagai salah satu organ pemerintah yang menjalankan fungsi pengawasan, secara ekonomi masih di bawah majikan dan secara moral masih jauh dari ideal. Hal ini disebut sebagai oknum Depnaker. Selain itu, pejabat Depnaker kadang ada yang berfungsi sebagai majikan contihnya dalam pengerahan TKI.