Jumat, 10 Juni 2011

ASBABUN NUZUL SURAT AL BAQARAH: 102


      ASBABUN NUZUL SURAT AL BAQARAH: 102
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum yahudi berkata: lihatlah muhammad yang mencampurkan baurkan antara dan batil, yaitu menerangkan (nabi) sulaiman digolongkan pada kelompok nabi-nabi, padahal ia seorang ahli sihir yang mengendarai angin .”maka allah menurunkan ayat tersebut diatas (Q.S. al baqarah: 102) yang menegaskan bahwa kaum yahudi lebih mempercayai setan daripada iman kepadari’a Allah SWT.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Syahr Bin Hausyab.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum yahudi bertanya kepada nabi saw. Beberapa kali tentang beberapa hal yang ada didalam taurat. Semua pertanyaan mengenai isi taurat dijawab oleh allah dengan menurunkan ayat. Ketika itu mereka menganggap bahwa ayat tersebut dirasakan sebagai bantahan terhadap mereka. Mereka berkata kepada sesamanya: “orang ini lebih mengetahui tentang apa yang diturunkan kepada kita daripada kita.” Dianatara masalah yang ditanyakan kepada nabi saw. Ialah tentang sihir. Dan mereka berbantah-bantahan dengan rasulullah tentang itu. Maka allah menurunkan ayat diatas  (Q.S. al baqarah: 102) berkenaan dengan peristiwa tersebut.[1]


[1] K.H.Q. Saleh,, dk, asbabun nuzul cet 10 (Bandung: CV Penerbit Diponegoro 2009)  Hal 27

LATAR BELAKANG KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM

NG MELATAR BELAKANGI KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM
Sepanjang sejarahnya sejak awal dalam pemikiran islam terlihat dua pola yang saling berlomba mengembangkan diri, dan mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan pola pendidikan umat islam. Dari pola pemikiran yang bersifat tradisional, yang selalu mendasarkan diri pada wahyu, yang kemudian berkembang menjadi pola pemikiran sufistik dan mengembangkan pola pendidikan sufi pola pendidikan ini sangat memperhatikan aspek-aspek batiniah dan akhlak atau budi pekerti manusia sedangkan dari pola pemikiran yang rasional yang mementingkan akal pikiran, menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola pendidikan bentuk kedua ini sangat memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan material.
            Pada masa jayanya pendidikan islam kedua pola pendidikan tersebut menghiasi dunia islam, sebagai dua pola yang berpadu dan saling melengkapi. setelah pola pemikiran rasional diambil alih pengembangannya oleh dunia barat (eropa) dan dunia islampun tinggal pola pemikiran sufistik, yang sifatnya memang sangat memperhatikan kehidupan batin, sehingga mengabaikan perkembangan dunia material. Dari aspek inilah dikatakan pendidikan dan kebudayaan islam mengalami kemunduran, atau setidak-tidaknya dapat dikatakan pendidikan islam mengalami kemandegan.
            Selanjutnya diungkapkan oleh M.M. Sharif, dalam bukunya muslim thought, bahwa pikiran islam menurun setelah abad ke XIII M dan terus melemah sampai abad keXVIII M. Diantara sebab-sebab melemahnya pemikiran islam tersebut, antar lain dilukiskannya sebagai berikut:
1.      Telah berkelebihan filsafat islam (yang bercorak sufistik) yang dimasukkan al ghozali dalam alam islami di timur, dan berkelebihan pula ibnu rusyd dalam mmemasukkan islamnya (yang bercorak rasionalistis) kedunia islam dibarat al ghazali denga filsafat islamnya menuju kearah bidang rohaniyah hingga menghilang ia kedalam mega alam tasawuf, sedangkan ibnu rusyd dengan filsafatnya menuju kearah yang bertentanga dengan al ghazali. Maka ibnu rusyd dengan filsafatnya menuju kejurang materialisme. al gahzali mendapat sukses ditimur, hingga pendapat-pendapatny merupakan satu aliran yang terpenting. Ibnu rusyd mendapat sukses dibarat hingga pikiran-pikirannya menjadi pimpinan yang penting bagi alam pikiran barat.
2.      Umat islam, terutama para pemerintahannya (khalifah, sultan, amir--amir) melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Kalau pada mulannya para pejabat pemerintahan sangat memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, dengan memberikan penghargaan  yang tinggi kepada para ahli ilmu pengetahuan, maka pada masa menurun melemahnya kehidupan umat islam ini, para ahli ilmu pengetahuan umumnya terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan, sehingga melupakan pengembangan ilmu pengetahuan.
3.      Terjadi pemberonytakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga menimbiulaknm kehancuran kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan pengembagan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia islam. Sementara itu obor pikiran islam berpindah tangan ketangan kaum masehi, yang mereka ini telah mengikuti jjejak kaum muslimin yang menggunakan hasil buah pikiran yang mereka capai dari pikiran islam itu[1].


[1] M.M.Syarif,Muslim Thought  (Terj.Fuad M.Fachuddin) Diponegoro, Bandung, hal. 161-164.

Jumat, 03 Juni 2011

mengukur berapakah nilai blog anda dalam dolar

cara mengetahui berapakah nilai sitis, blog atau yang lainnya dalam dolar:
1. buka situs http://bizinformation.org/id/
2. setelah dibuka kita isi kolom yang ada di kotak kosong sperti di bawah ini dengan alamat situs, atau blog kamu


3. setelah itu klik value/nilai maka kita akan mengetahui hasilnya



silahkan coba......

Selasa, 31 Mei 2011

Latar Belakang Kemunculan Khawarij


       Latar Belakang Kemunculan Khawarij
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang bererti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam Perang Siffin pada tahun 37 H/ 648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sofyan. Kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada dipihak yang benar, karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibaiat mayoritas umat Islam sementara muawiyah berada dipihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. lagi pula berdasarkan estinasai Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraihnya itu raib.
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan dibalik ajakan damai kelompok Muawiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu, terutama ahli qurra seperti Al-as’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-tamimi, dan Zaid bin Husain Ath-Thai, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan.
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)nya,tetapi orang-orang Khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat orang Khawarij. Mereka membelot dan mengatakan,”Mengapa kalian berhukum pada manusia.Tidak ada hukum selain hukum yang ada di sisi Allah.”  Imam Ali menjawab, ” itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan keliru.” Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan Al-mariqoh.
Penamaan kelompok yang dikenal radikal dan ekstrim baik dalam pemahaman maupun tindakan keagamaannya ini tampaknya dikaitkan dengan sejarah kemunculannya yang dipicu ketidaksepakatan mereka atas cara penyelesaian konflik melalui tahkim antara kubu Ali dan Muawiyah karena dinilai menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Allah dalam al-Qur’an.
Bagi mereka, hukum haruslah dikembalikan kepada pesan al-Qur’an dan bukannya kepada akal manusia yang ikut berpartisipasi dalam diplomasi. Mereka meneriakkan slogan “tidak ada hukum kecuali hukum Allah” (la hukma illa lillah). Sikap politik ini lantas berkembang menjadi pengkafiran terhadap para sahabat yang menerima tahkim dan pengabsahan tindakan kekerasan bahkan pembunuhan terhadap mereka yang tidak sependapat.
Khawarij kemudian mengembangkan doktrin bahwa hak menjadi khalifah tidak hanya terbatas milik bangsa Arab atau keturunan suku Quraysh, tetapi dikembalikan kepada pilihan merdeka kaum muslimin. Pandangan ini tentu berbeda dengan pandangan kelompok Ahl al-Sunnah maupun pandangan kelompok Syiah. Mayoritas sekte dalam aliran Khawarij berpaham tentang wajibnya mengangkat imam, kecuali Najdat. Aliran ini berpendapat bahwa mengangkat imam tidak wajib, tetapi yang wajib adalah penegakan kebenaran dan keadilan yang menjamin setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya. Khawarij juga berkeyakinan bahwa perbuatan ibadah merupakan bagian daripada iman, sehingga siapapun yang mengabaikannya atau berbuat dosa besar (kabair) dengan sendirinya telah menjadi kafir. Bahkan mereka juga meyakini bahwa pemikiran atau pendapat yang salah adalah sebuah dosa yang menyebabkan kekafiran. Pandangan-pandangan ekstrim mereka itu sebagian besarnya didasarkan pada dalil-dalil yang dipahami secara tekstual, seperti dalil-dalil berikut ini:
ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا ومن كفر فإن الله غني عن العالمين ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون
سباب المسلم فسوق وقتاله كفر لا يزني حين يزني وهو مؤمن ولا يسرق السارق حين يسرق وهو مؤمن ولايشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن

Aliran Khawarij ini ada yang menamakannya dengan sebutan Haruriyah, yakni dinisbatkan kepada Harura, tempat mereka pertama kali melakukan konsolidasi dengan mengangkat Abdullah bin Wahhab al-Rasyidi sebagai imam. Tetapi para pengikut kelompok ini lebih suka menyebut diri mereka sebagai Shurah yang berakar dari kata yashri yang berarti menjual. Maksudnya bahwa mereka adalah kelompok yang berani menjual atau mengorbankan dirinya kepada Allah.
Dengan arahan Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di harura, kelomok Khawarij ini melanjutkan perlawanan pada Muawiyah dan juga pada Ali. Mereka mengangkat seorang pimpinan yang bernana Abdullah bin Shahab Ar-Rosyibi.

MANUSIA SEBAGAI OBYEK PENGAJARAN



REVISI MAKALAH

1.      Judul
Judul kurang sesuai dengan ayat yang disajikan, dimana judul pertama manyebutkan nikmat-nikmat Allah tetapi dalam ayat yang di bahas tidak menyebutkan nikmat-nikmat Allah tersebut. Maka dengan itu kami ubah dengan judul “MANUSIA SEBAGAI OBYEK PENGAJARAN”.
2.      Rumusan masalah
Rumusan masalah kurang tepat, maka kami ubah dengan :
a.       Bagaimana peran ilmu Allah terhadap pengetahuan manusia dimana manusia sebagai obyek pengajaran?
b.      Bagaimana pendapat para munfasir terhadap surat Ar-Rahman ayat 1-4?
c.       Bagaimana implikasi surat Ar-Rahman ayat 1-4 terhadap teori pendidikan?
3.    Tafsir Mufrodat
Tafsir mufrodat tidak ada footnote dan referensi kurang, maka kami beri footnote dan menambah referensi.
4.    Munasabah ayat
Munasabah ayat kurang benar karena cara penghubungannya dengan cara per-ayat. Maka kami ubah dengan menghubungkan semua ayat (surat Ar-Rahman ayat 1-4) dengan ayat lain yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5 dan surat Al-Baqarah ayat 31.
5.    Grand teory
Karena rumusan masalah kami ubah, maka grand teory juga kami ubah. Berisi tentang jawaban dari rumusan masalah, dan di tambah dengan pengertian manusia dan pengajaran.
6.    Kesimpulan
Karena sudah ada pesan moral, maka kesimpulan tidak perlu di cantumkan. Sehingga kesimpulan kami hapus dan hanya menjelaskan pesan moral dalam bentuk butir-butir.




Manusia sebagai Obyek Pengajaran

ß`»oH÷q§9$# ÇÊÈ   zN¯=tæ tb#uäöà)ø9$# ÇËÈ   šYn=y{ z`»|¡SM}$# ÇÌÈ   çmyJ¯=tã tb$ut6ø9$# ÇÍÈ  
Artinya:  1. (Tuhan) yang Maha pemurah. 2. Yang telah mengajarkan Al Quran. 3. Dia menciptakan manusia. 4. Mengajarnya pandai berbicara.

A.    Latar Belakang
Ar-Rahman artinya Maha Pemurah, Pengasih, dan juga Tuhan Pemurah. Dengan membaca ayat ini pada permulaan, yaitu menyebut sifat Allah yang utama, yaitu Ar Rahman yang terbayang terlebih dahulu adalah betapa kasih Allah, sayang Allah dan betapa  pemurah Allah pada alam seluruhnya.[1]
Kasih utama kepada insan ialah karena insan itu tidak dibiarkan terlantar sia-sia, melainkan mereka dikeluarkan daripada gelap gulita kepada terang benderang, terutama sifat Ar-Rahman illahi itu ditampakkan dengan mengajarkan Al-Qur’an dan penciptaan manusia yang tidak akan disia-siakan dan tidak akan ditelantarkan. Dan manusia pun diajarkan bercakap, menerangkan isi hatinya sehingga dia dapat menerangkan apa yang terasa di hatinya kepada manusia yang lainnya. Begitu banyak makhluk Allah ta’ala dalam dunia ini, namun yang sanggup mengutarakan apa yang terasa di hatinya dengan lisannya hanyalah manusia. Makhluk Allah yang lain tidak ada yang mempunyai kesanggupan demikian.[2]
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila dia dapat menjelaskan perubahan perilakunya, dimana dalam kaitannya dengan surah Ar-Rahman bahwasanya dengan nikmat diajarkannya Al-Qur’an manusia dapat memahami dan merespon hukum-hukum alam untuk meluruskan  perilakunya. Dengan diajarkannya berbicara timbul tenaga berfikir dan timbul tenaga dan keahlian menyatakan apa yang dapat dipikirkan itu dengan kata-kata, dengan lidah, adalah semua itu tidak lepas dari adanya peran Allah SWT terhadap pengetahuan manusia.
            Dari uraian diatas kita bisa mengambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana peran ilmu Allah SWT terhadap pengetahuan manusia, dimana manusia sebagai obyek pengajaran?
  2. Bagaimana pendapat para mufassir terhadap surat Ar-Rahman ayat 1-4?
  3. Bagaimanakah implikasi surah Ar-Rahman 1-4 terhadap teori pendidikan?

Tujuan dan Alasan di tetapkannya Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)

Tujuan dan Alasan di tetapkannya Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Menurut direktorat jendral pendidikan dasar dan menengah (2000) MPMBS bertujuan untuk  memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang, keluwesan, sumberdaya untuk meningkatkan mutu Sekolah. Dengan kemandiriannya diharapkan:
  1. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya. Untuk kemudian dapat mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolah.
  2. Sekolah dapat menge,bangkan sendiri program-program sesuai dengan kebutuhannya.
  3. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah.
  4. Sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan[1]
Alasan ditetapkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) Menurut Depdikbud (2000) yaitu :
  1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
  2. Dengan pemberian fleksibelitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber daya, maka sekolah akan lebih liwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu Sekolah.
  3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah.
  4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya. Khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan diyagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
  5. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
  6. Penggunaaan sumber daya pendidikan yang lebih efisien dan efektif bila mana dikontrol oleh masyarakat setempat.
  7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparasi dan demokrasi yang sehat.
  8. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didikdan masyaraka pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
  9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inotatif dengan dukungan orag tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat
  10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat[2].


[1]  Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari sentralisasi menuju Desentralisasi, 84-86
[2] Manajemen Peningkatan mutu Berbsis sekolah, http:/// Pak guru.online, pendidikan, diakses pada tanggal 10 april 2011