Jumat, 19 Agustus 2011

sejarah hukum ketenagakerjaan masa Perbudakan di Indonesia


            Masa Perbudakan


pada masa ini kedaan indonesi dapat dikatakan lebih baik dari negara lain karena telah hidup hukum adat. Budak adalah milik majikan. Pengertian milik berarti menyangkut perekonomian, serta hidup matinya seseorang. Politik hukum yang berlaku pada saat ini, tergantung pada tingkat kewibawaan penguasa (raja). Contohnya pada tahun 1877, saat matiny raja Sumba, seratus orang budak dibunuh, agar raja itu di alam baka nanti akan mempunyia cukup pengiring dan pelayan. Contohnya lainnya budak yang dimiliki oleh suku Baree Toraja nasibnya lebih baik dengan pekerjaan membantu mengerjakan sawah dan ladang.
Selain itu dikenal lembaga perhambaan (pandelingschap) dan peruluran (herigheid, perkhorigheid). Iman Soepomo menggambarkan lembaga penghambaan (pandelingschap) dan peruluran (herigheid, perkhorigheid) 1 sebagai berikut lembaga lembaga penghambaan (pandelingschap). Lembaga ini terjadi bila ada hubungan pinjam meminjam uang atau bila terjadi perjanjian utang piutang. Orang yang berutang sampai saat jatuh tempo pelunasan belum bisa membayar utangnya. Pada saat itu pula orang yang berutang (debitur) menyerahkan dirinya atau menyerahkan orang lain kepada si kreditor, sebagai jaminan dan dianggap sebatas bunga utang.
Selanjutnya orang yang berutang diharuskan bekarja pada orang yang memberi utang sampai batas waktu si debitur dapat melunasi utangnya. Penyerahan diri atau orang lain itu untuk membayar bunga dari utang itu bukan membayar utangnya. Keadaan ini pada dasarnya sama dengan perbudakan.
Lembaga peruluran (herigheid, perkhorigheid) terjadi setelah Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1621 menguasai Pulau Banda. Semua orang yang ada dipulau ini dibunuh dan diangkut keluar negeri sebagai budak. Yang sempat melarikan diri ada yang menjadi bajak laut. Selanjutnya tanah-tanah yang masih kosong dibagikan kepada bekas pegawai kompeni atau orang lain. Orang yang diberi kebun dinamakan perk (= ulur). kepemilikan hanya terbatas pada saat orang itu tinggal dikebun itu dan wajib tanam. 
 
Hasil dari wajib tanam itu wajib dijual kepada Kompeni saja dengan hargayang telah ditentukan oleh Kompeni. Apabila harga yang telah ditentukan oleh kompeni. Apabila mereka pergi atau keluar dari kebun itu, ia akan kehilangan hak akan kebun itu. Wajib tanam ini kemudian menjadi bagian dari cultuurstelsel dan berlangsung hingga tahun 1863.
1 Iman soepomo, 1985, pengantar hukum perburuhan, djambatan jakarta, hlm.14-15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar