Pengertian Undian dan Hukumnya
Kuis atau sayembara dalam linteratur fiqh disebut dengan istilah ju’al dan hukumnya boleh.[1] Pada hakekatnya praktek ju’al adalah seorang mengumumkan keapda khalayak bahwa siapa yang mendapatkan barangnya yang hilang, akan diberikan imbalan tertentu. Dan ju’al berlaku untuk siapa saja tanpa harus ada kesepakatan antara pemberi hadiah dengan peserta lomba sebelumya. Dengan dasar ju’al ini maka undian berhadiah diperbolehkan.
Perbedaan Ju’al dengan Judi
Antara ju’al dan judi memang bisa terdapat kemiripan, bahkan bisa judi sebuah undian yang pada asarnya halal menjadi haram bila ada ketentuan tertentu yang mennesernya menjadi sebuah perjudian. Maka yang membedakan bukan nama atau pengistilahannya, melainkan kriteria yang ditetapkan oleh penyelenggara undian tersebut.[2]
Sebuah undian bisa menjadi judi manakla ada keharusan bagi pserta untuk membayar sejumlah uang kepada penyelenggara. Dan dana untuk menyediakan hadiah yang dijanjikan itu didapat dari dana yang terkumpul dari peserta undian. Maka pada saat itu jadilah undian itu sebuah bentuk lain dari perjudian yang diharamkan.
Kaidah-kaidah Hukum Undian Berhadiah[3]
Dalam menguraikan tentang hukum undian diharuskan untuk mengetahui beberapa kaidah syariat Islam sebagai berikut:
Pertama
Kaidah syariat yang terkadang dalam firman Allah Ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khomr, maisir (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan kaji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntunngan. Sesungguhnya syetan itu termasuk hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khomr dan berjudi itu dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (QS. Al-Maidah: 90-91)
Kedua
Kaidah yang tersebut dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairoh RA. “Rasulullah SAW melarang jual beli (dengan cara) ghoror”.
Ayat dan hadits di atas menunjukkan haramnya perbatan maisir dan qimar dalam mu’amalat.
Maisir adalah setiap mu’amalat yang orang masuk kedalamnya setelah mengeluarkan biaya dengan dua kemungkinan, dia mungkin rugi atau mungkin dia beruntung.
Qimar adalah mu’amalat yang berbentuk perlombaan atau pertaruhan.
[1] http:// elfadhi.wordpress.com/2007.04.07/hukum kuis dan undian berhadiah.
[2] Ibid.
[3] http://pengusahamuslim.com/modules/smart section/item.php?itemid=85.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar