Rabu, 15 Desember 2010

Macam-macam iddah


Macam-macam iddah
Menurut sebab musababnya, iddah terbagi atas beberapa macam, antara lain:
1.      Iddah talak
Artinya iddah yang terjadi karena perceraian.Wanita-wanita (istri) yang berada dalam iddah talak antara lain:
  1. Perempuan yang telah dicampuri dan ia belum putus dalam haid dan iddahnya tiga kali suci atu 3 quru’.
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
Artinya :
“Wanita-wanita yang ditalak, hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dari hari akhirat. (Q.S. Al-Baqarah;228)
Rasulallah telah bersabda kepada seorang perempuan yang berhaid,”Tinggalkanlah sholatmu selama quru’mu (haidmu).”
Selanjutnya Fuqoha yang mengatakan bahwa masa suci mengemukakan alasan bahwa yang menjadi pedoman bagi kosongnya rahim seorang wanita adalah masa perpindahan dari suci kepada haid. Oleh karena itu, tidak ada artinya untuk berpegang pada haid yang terakhir. Jika demikian halnya, maka bilangan tiga yang disyaratkan harus lengkap adalah masa-masa suci diantara dua haid. Maka apabila istri yang boleh dirujuk telah memasuki masa haid yang ketiga, suami tidak boleh merujuknya dan istri tersebut menjadi halal bagi lelaki yang lainya. Sebaliknya bagi Fuqaha yang berpendapat bahwa quru’ adalah masa haid, maka istri baru menjadi halal bagi suami (lelaki) yang lain sesudah melewati masa haid yang ketiga.

  1. Perempuan-perempuan yang dicampuri, dan tidak berhaid, baik ia perempuan yang belum baliq, dan perempuan tua yang tidak hamil.
Perempuan yang tidak berhaid sama sekali sebelumnya, atau kemudian terputus haidnya, maka iddahnya adalah tiga bulan.
Firman Allah SWT : QS. at-Tolaq; 4
وَاللائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللائِي لَمْ يَحِضْنَ
Artinya :
“Dan perempuan-perempuan yang masa putus[1] dari haid di antaranya perempua-perempuan jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddah) maka iddah mereka adalah tiga bulan, dan begitu pula perempuan-perempuan yang tidak haid.”
Ibnu Abi Hasyim dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Umar bin Salim dari Ubai bin Ka’ab: Aku bertanya : Ya, Rasulallah..! Sesungguhnya beberapa orang di Madinah membicarakan masalah iddah wanita yang belum disebutkan dalam Al-Qur’an yaitu anak-anak perempuan yang tua dan hamil. Lalu Allah menurunkan ayat dalam surat Al-Tholaq :4 tersebut.
Dan dari Said bin Zubair tentang firman Allah : Dan orang-orang yang putus haidnya diantara istri-istri kamu.. Maksudnya : Perempuan tua yang yang sudah tidah haid lagi atau perempuan yang berhenti haidnya. Dan firman Allah; Jika tidak digolongkan quru’ sedikitpun. Dan firman Allah : “Jika kamu raagu-ragu dalam ayat itu maksudnya : Jika kamu ragu-ragu tentang masa iddahnya, maka masanya itu ialah tiga bulan.[2]  

  1. Perempua-perempuan yang tertalak dan belum disetubuhi.
Bagi perempuan seperti ini, tidak ada iddah baginya. Allah SWT. Berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.”(Q.S. Al-Ahzab;49)
Apabila istri yang sudah ditalak dan belum dijima’ (disetubuhi) atau ditinggal mati suaminya, maka ia harus beriddah seperti iddahnya bagi istri yang ditinggal mati suami, sekalipun belum pernah disetubuhi adalah untuk menyempurnakan dan menghargai hak suami yang meninggal tersebut.[3]

2.      Iddah Hamil
Adalah iddah yang terjadi apabila perempuaan-perempuan yang diceraikan itu sedang hamil, maka iddahnya adalah sampai melahirkan anak. Baik karena talak atau kematian suaminya, mati atau hidupnya bayi, sempurna atau cacatnya, ruhnya telah ditiupkan atau belum.[4] Firman Allah :
....... اجلهن ان يضعن حملهن ........
‘… Maka iddah mereka setelah mereka melahirkan.’ QS. Ath-Thalaq.

3.      Iddah wafat
Yaitu iddah terjadi apabila seorang perempuan ditinggal mati suaminya. Iddahnya selama 4 bulan 10 hari, asal ia tidak hamil. Karena ketika ia ditinggal mati sebenarnya masih sebagai istri. Kecuali kalau ditinggal mati sedang dalam keadaan mengandung, maka iddahnya memilih yang terpanjang dari kematian suaminya atau melahirkan. Demikian pendapat masyur. Adapun iddahnya wanita budak itu adalah separuh dari iddah diatas.[5]
Seperti firman Allah saw dalam S.Al-Baqarah : 234 yang artinya :
“ Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istrinya (kehendaklah para istri-istri itu) menangguhkan dirinya (beribadah) 4 bulan 10 hari.

4.      Iddah wanita yang kehilangan suaminya.
Bila seorang wanita yang kehilangan suaminya dan tidak diketahui di mana suaminya berada, apa ia sudah mati atau masih hidup, maka ia wajib menunggu selama 4 tahun. Setelah itu.hendaklah ia beriddah selama 4 bulan 10 hari.[6] Diriwayatkan oleh Malik ra, bahwa
عن عمر رضي الله عنه قال : أيما إمرأة فقدت زوجها لم ندرى اين هو فإنها تنتظر  اربع سنين ثم تعتد اربعة اشهر وعشرا ثم تحل
Menurut pendapat Yahya, persoalan menunggu itu sebenarnya tidak ada alasan, kecuali jika suami yang hilang itu meninggalkan apa-apa yang yang menjadi kewajiban bagi istrinya. Hal ini berarti bahwa suami dianggap ada di samping istrinya. Karena tidak ada hak istri yang tidak dibayarkan selain dari bersetubuh.
Allah saw berfirman :
          وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارا    Artinya ;
Janganlah kamu ruju’ mereka untuk memberikan kemadhorotan.”

5.      Iddah wanita yang di Ila’
Bagi wanita yang di Ila’ timbul perbedaan pendapan apakah ia harus menjalani iddah atau tidak ?
Jumhur Fuqoha’ mengatakan bahwa ia harus menjalani iddah. Mereka beralasan bahwa istri yang di Ila’ adalah istri yang juga dicerai. Diriwayatkan Ibnu Abas r.a.. dengan alasan bahwa dengan adanya iddah adalah mengetahui kosongnya rahim, sedangkan kekosongan ini sudah dapat diketahui dari masa tersebut.[7]


[1] Maksud putus di sini adalah perempuan masa haid. Maka ia tak punya harapan pada suaminya, walaupun sekalipun masih mempunyai daya tarik atau mungkin sekalipun umurnya lima puluh tahun, tapi ia belum putus haidh, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: umur putus haidh itu berbeda antara seorang perempuan dengan perempuan lain.
[2] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz VIII (Bandung: Al-Ma’arif. 1994), 145-146.
[3] Diterangkan dalam surat al-Baqarah ;234, yang artinya “Dan orang-orang yang telah meninggal di antara kamu sedang mereka meninggalkan istri, maka hendaklah mereka (istri-istri) ini menahan diri selama 4t bulan 10  hari
[4] Ibid,. 147-148.
[5] Sayyid Abi Bakar I’anah at-Thalibin juz IV (Surabaya: Al-Hidayah, tt), 42
[6] Maksudnya setelah 4 tahun ditunggu dan tidak diketahui maka si istri boleh mengajukan kepada Qadhi, setelah itu Qadhi memanggil ganti (wali) suami untuk menceraikan wanita tersebut. Perhitungan tidah dimulai dari setelah ditalak oleh wali suaminya tersebut.
[7] Selamet Abidin, Fiqh Munakahah (ttmp: tp, tt), 138.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar