Jumat, 19 November 2010

Dasar Larangan Menyuap

    Dasar Larangan Menyuap

عَنْ عَبْدِ اللهِ عُمَرَ وَبْنِ العَاصِ رَضِى الله عَنْهُمَا قَالَ لَعَنَ رَسُوْلَ اللهِصَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ الرَّاشِى وَاْلمَرتَشِى. رواه ابو داود والتردذيّ وصحّحهِ



Artinya : “Dari abdullah bin amr bin ash ra. Rosullullah melaknat penyuap dan yang diberi suap”. (HR. Abñ Dawñd dan Tirmi©i dan ia mensahihkannya).

adÌth tersebut di riwayatkan pula oleh AÊmad dalam kita al-Qo§a, oleh Ibnu Mªjah dalam al-AÊkam, dan oleh £abranÌy dalam as-Saghir.



Penjelasan hadits

Menyuap dalam masalah hukum adalah memberikan sesuatu, baik berupa uang maupun lainnya berupa uang maupun yang lainnya kepada penegak hukum agar terlepas dari ancaman hukuman atau mendapat hukuman ringan.

Perbutan seperti itu sangat dilarang dalam Islam dan disepakati oleh para ulama’ sebagai perbuatan haram. Harta yang diterima dari hasil menyuap tergolong dalam harta yang diperoleh melalui jalan batil. Allah SWT berfirman dalam al-qur’an:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Pada intinya suap-menyuap sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat karena akan merusak tatanan atau sistem yang ada dimasyarakat, dan menyebabkan terjadinya kecerobohan dan kesalahan dalam menetapkan ketetapan hukum, sehingga hukum dapat dipermainkan dengan uang. Akibatnya terjadi kekacauan dan terjadi ketidakadilan. Dengan suap banyak pelanggar hukum yang seharusnya diberi hukuman berat justru mendapat hukuman ringan, bahkan lolos dari jeratan hukum. Sebaliknya banyak pelanggar hukum kecil yamg dilakukan oleh orang kecil mendapat hukuman sangat berat. Karena mereka tidak memiliki uang untuk menyuap para hakim.  

Islam melarang perbuatan tersebut, bahkan menggolongkanya sebagai salah satu dosa besar yang dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya, karena perbuatan tersebut tidak hanya melecehkan hukum, tetapi lebih jauh lagi melecehkan hak seseorang untuk mendapat perlakuan yang sama didepan hukum. Oleh karena itu seorang hakim hendaklah tidak menerima apapun dari pihak manapun.

Suap menyuap tidak hanya dilarang dalam masalah hukum saja, tetapi dalam berbagai aktivitas dan kegiatan. Dari bebevrapa Êadith lainnya, suap menyuap tidak dikhususkan terhadap masalah hukum saja, tetapi bersifat umum.

Misalnya, suatu proyek atau tender yang didapatkan melalui uang suap, maka pemenang tender akan mengerjakan proyeknya tidak sesuai program atau rencana sebagaimana yang ada dalam gambar, tetapi mengurangi kualitas agar uang yang dipakai untuk menyuap dapat ditutupi dan ia tidak merugi, sehingga tidak jarang hasil pekerjaan tidak bertahan lama atau cepat rusak, seprti banyak jalan atau jembatan yang seharusnya kuat 10 tahun tetapi baru 5 tahun saja sudah rusak.

Dengan demikian, kapan dimana saja, suap akan menyebabkan kerugian bagi masyarakat banyak. Dengan demikian larangan Islam tentang menjauhi suap tidak lain agar manusia terhindar dari kerusakan dn kebinasaan di dunia dan siksa Allah SWT kelak di akhirat.

Orang yang menyuap, yang menerima suap dan yang menjadi perantaranya dilaknat melalui lisan Rasulullah SAW. Kerusakan suatu masyarakat yang ditimbukan karena praktek suap-menyuap tidak dapat dianggap enteng, sebab akan mempengaruhi setiap sistem yang ada. Disamping itu, praktek ini menjadikan segala sesuatu tidak dapat sempurna tanpanya. Seorang pujangga menyindir dengan kata-katanya :

Jika anda tidak dapat mencapai sesuatu yang anda butuhkan

Sedangkan anda sangat menginginkan,

Maka kirimkanlah juru damai

Dan janganlah pesan apa-apa

Juru damai itu adalah uang

Sangat disayangkan, suap-menyuap dewasa ini seperti sudah menjadi penyakit menahun yang sangat sulit untuk disembuhkan, bahkan disinyalir sudah membudaya. Segala ativitas baik yang berskala kecil mamupun besar tidak terlepas dari suap menyuap. Dengan kata lain, sebagaimana diungkapkan oleh M. Qurais Shihab, masyarakat tadinya telah melahirkan budaya yang tadinya munkar (tidak dibenarkan) dapat menjadi ma’ruf (dikenal dan dinilai baik). Apabila berulang-ulang dilakukan banyak orang, yang ma’ruf pun dapat menjadi munkar bila tidak lagi dilakukan orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar