Rabu, 24 November 2010

Devinisi Eksistensialisme

Devinisi Eksistensialisme
Eksistensilisme berasl dari eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri adalah bahasa latin yang artinya: ex; keluar dan sistare: berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dengan diri sendiri.
Dalam membuat devinisi eksistensialisme kaum eksistensialis tidak sam dengan apa yang dimaksud sebenarnya dengan eksistensialisme. Namun demikian ada sesuatu yang dapat disepakti oleh mereka yaitu sama-sama menemptkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.
Filsafat eksistensi tidak sama dengan filsafat eksistensialisme. Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benar-benar sebagaiman yang dimaksud arti katanya yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Ini adalah dalah satu ragam filsafat. Tokoh-tokoh yang dapat digolongkan ke dalam filsafat eksistensi telah benyak terdapat sebelum lahirnya filsafat eksistensialisme, rumusan lebih sulit dari pada eksistensi. Sejak muncul eksistensi, cara wujud manusia telah dijadikan tema sentral, pembahasan filsafat, tetapi belum perna ada eksistensi yang secara begitu radikal menghadapkan menusia kepada dirinya seperti pada eksistenialisme.
Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein. Da berarti di sana, sein berarti berada. Berada bagi manusia selalu berarti di sana, di tempat. Tidak munkin ada manusia tidak bertempat. Bertempat berarti terlibat dalam alam jasmani, bersatu dengan alam jasmni. Akan tetapi, bertempat bagi manusia tidaklah sama dengan bertempat bagi batu atau pohon. Manusia selalu sadar akan tempatnya, disadari bahwa ia menempati, ini berarti suatu kesibukan, kegiatan, melibatkan diri. Dengan demikian, manusia sadar akan dirinya sendiri. Jadi, dengan keluar dari sirinya sendiri manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi.
Apa yang dapat diambil dari uraian sinngkat itu? Yang dapat diambil antara lain ialah bahwa cara berada manusia itu menunjukkan bahwa ia merupaka kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengontruksi dirinya dalam alam jasmani sebagai satu susunan. Karena manusia selalu mengontrukasi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan membelung, ia selalu sedang ingin atau sedang itu. Jadi manusia selalu mnyedang. Sartre menyatkan bahwa hakekat beradanya manusia bukan etre (ada), melainkan aetre (akan atau sedang). Jadi manusia itu selalu bengan adanya.

Ahmadi, Asmoro. Filsaft Umum. Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2007.
Syadali, Ahmad dan Mudzaki . Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia, 2004.
Tafsir, Ahmd. Filsaft umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Captra. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar