Devinisi Mahar
Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika berlangsung akad nikah sebagai imbalan dari kesediaan penyerahan diri kepada suami (senggama).
Sebagaimana akad lain, akad nikah juga mengakibatkan munculnya hak dan kewajiban dalam perkawinan. Menurut ulama madzhab Hanafi ada hubungan timbal balik antara pemberian suami dan hak senggama oleh suami terhadap istrinya setelah akad nikah. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa dalam satu akad nikah, seorang pria baru berhak menggauli istrinya apabila maharnya telah dibayarkan.
Mahar merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan suami terhadap istrinya, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat an-Nisa:4
وَآتُوا النِّسَاءَ لَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا صَدُقَاتِهِنَّ نِحْ فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“ Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan” (Q.S. an-Nisa:4)
2. Bentuk dan Jumlah Mahar
Ulama sepakat bahwa nas tidak menentukan jumlah mahar yang harus dibayarkan seorang suami terhadap istrinya, tetapi mereka sepakat untuk menyatakan bahwa dianjurkan agar mahar itu disederhanakan karena Rasulullah Saw bersabda yang artinya “ Nikah yang paling besar berkatnya adalah yang paling sedikit maharnya.”
3. Syarat-Syarat Mahar
Madzhab Syafi’i dan Hanbali memberikan kriteria-kriteria mahar, diantaranya yaitu :
a) Setiap yang sah diperjual belikan
b) Jelas ukurannnya
c) Mampu dibayarkan baik secara tunai maupun hutang
d) Berupa benda, pekerjaan maupun manfaat tertentu.
Oleh karena itu, mengajarkan al-Qur’an dan ilmu yang bermanfaat boleh dijadikan mahar. Alasanya yang mereka kemukaan adalah kasus perkawinan Nabi Musa as dengan putri Nabi Syu’aib as yang maharnya adalah kewajiban mengembala kambing oleh nabi Musa as. Begitu pula dengan sabda Rasulullah SAW ketika menikahkan seorang sahabat dengan seorang wanita yang menjadikan mengajarkan al-Qur’an kepada wanita yang dikawininya sebagai mahar seperti halnya dengan keterangan asbabul wurud pada hadits di atas.
4. Macam-Macam Mahar
Ada dua bentuk mahar yang dikemukakan para ahli fiqh :
a. Mahar al-Musamma yaitu mahar yang dinyatakan secara jelas dalam akad. Termasuk dalam mahar al-Musamma adalah suatuyang diberikan suami kepada istrinya sebelum dan sesudah perhelatan perkawinan, seperti pakaian pengantin, sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.
b. Mahar al-Misil
Ada beberapa perbedaan pendapat dikalangan ahli fiqh. Ulama madzhab Hanafi menyatakan bahwa mahar al-Misil adalah sejumlah mahar yang sama nilainya dengan mahar yang diterima oleh wanita yang menikah dari pihak ayahnya seperti adik atau kakak perempuan ayah / ibu. Sedangkan ulama Madzhab Maliki dan Syafi’i menyatakan bahwa mahar al-Misil itu dikembalikan kepada kebiasaan yang berlaku dalam keluarga tersebut ketika melangsungkan perkawinan seorang wanita.
Mahar al-Musamma wajib dibayarkan suami sesuai dengan jumlah yang disepakati dalam akad. Mengenai mahar al-Misil, Ulama menyatakan bahwa kewajiban membayar mahar tersebut muncul dalam keadaan sebagai berikut :
a. Apabila dalam akad nikah tidak disebutkan jenis dan dan jumlah mahar olah suami.
b. Apabila suami istri sepakat untuk tidak memakai mahar dalam perkawinan mereka.
Menurut ulama, hal tersebut diwajibkan mahar al-Misil, karena kesepakatan tersebut tidak dibenarkan meskipun mahar itu hak istri.
a. Benda yang dijadikan mahar ketika berlangsungnya akad nikah tidak bernilai harta.
b. Apabila nikah tersebut nikah fasid, menurut ulama madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i , apabila mereka telah melakukan senggama, maka suami wajib membayarkan mahar al-misil, akan tetapi ulama madzhab Hanbali mengatakan bahwa dalam akad nikah seperti ini yang wajib dibayarkan adalah mahar al-musamma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar