Nama Ilmu Kalam
Di dalam agama Islam ilmu yang membahas masalah ketuhanan sebagai dasar atau aqidah atau kepercayaan dinamakan “ilmu tauhid” dan sering kali disebut ilmu ushuluddin, ilmu kalam, atau teologi Islam.
Abd. al-Rohman al-Jaziri mengatakan:
“Adapun dinamainya ilmu kalam dan sifat-sifat karena pembahasan tentang ketauhidan Allah (peng-Esa-an Allah) serta sifat-sifat-Nya, seperti Qadrat, Irodat, dan sebagainya dari sifat-sifat ma’ani adalah pembahasan yang paling mashur di dalamnya”.
“Adapun dimainya dengan ilmu Ushuluddin karena ilmu tauhid menjadi tiang tegaknya ketetapan adanya zat penciptaan dan keadaannya yang wajib adanya, yang Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Alim, pengutus para Rasul-rasul pemberi kebenaran yang demikian itu”.
Adapun dinamakan ilmu kalam menurut Muh. Abduh adalah”
“Dan kadang-kadang disebut dengan ilomu kalam adalah masalah yang paling mashur yang menimbulkan perselisihan keras antara para ulama pada abad pertama (Hijriyah), ialah kalam Allah yang dibaca (al-Qur’an) itu baru (makhluk atau Qadim (azali, tak berawal).
Dan kadang-kadang dasar tempat tegaknya adalah dalil akal, dan pengutamaan terhadap dalil akal ini tampak jenis dalam setiap pendapat yang dikemukakan oleh para ahli kalam, dan sedikit sekali perdebatan mereka yang didasari pada dalil naqli (al-Qur’an atau hadits). Dan kadang-kadang mereka dalam menjelaskan cara-cara pengambilan dalil atau pokok-pokok agama serupa dengan mantiq (logika). Sebagaimana ahli-ahli fikir dalam menjelaskan hujjah pendiriannya, kemudian mengganti logika dengan ilmu kalam, untuk membedakan antara keduanya”.
Ilmu kalam atau biasa disebut “theology Islam”, asal dari theos yang artinya Tuhan dan logos yang artinya ilmu. Ahli ilmu kalam disebut mutakallim. Golongan ini bias dianggap golongan yang berdiri sendiri yang menggunakan akal pikiran (alas an-alasan pikiran) dalam memahami nash-nash (teks-teks) agama dan mempertahankan kepercayaan-kepercayaannya.
Secara harfiyah “kalam”, berarti pembicaraan atau perkataan. Sedangkan dalam al-Qur’an bermakna firman Allah sebagaimana menurut para mufasir menyebutnya kalamullah.
Kalam menurut makna yang lebih metodologis lebih mendekati pengertian keilmuan dapat kita kaji dari beberapa pendapat para ahli sebagai berikut:
1. Dr. Muzaffaruddin Nadvi dalam bukunya Muslim Thought and it’s source, melihat pengertian ilmu kalam dari aspek sumber, latar belakang kemunculannya juga mengungkapkan sisi metodologinya, yaitu ilmu berfikir yang lahir pada saat terjadinya percecokan antara penganut Islam ortodoks dengan penganut Islam baru.
2. Nurcholis Madjid yang mengutip Ali asy-Syabi bahwa istilah mantiq dan kalam secara histories ada hubungan keduanya memiliki kesamaan, lalu antara kaum mutakalim dan para filosof mengganti istilah mantiq dengan kalam, karena keduanya memiliki makna harfiyah yang sama.
3. Muhammad Abduh mengartikan ilmu kalam dengan “ilmu yang barisi alas an-alasan atau sekumpulan argumentasi, guna mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan salaf dan ahlussunnah.
Dari pengertian di atas dapat diperoleh gambaran bahwa ilmu kalam tiada lain adalah perdebatan teologis di antara umat Islam yang didasarkan atas argument-argumen logis-rasional, tarutama berkaitan dengan kalam Ilahi, yang dihubungkan dengan beberapa persoalan manusia seperti baik, buruk, kebebasan berkehendak, mukmin, kafir, maupun dengan alam semesta berkenaan dengan kebaharuan dan keqadiman alam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar