Hadits dilihat dari kualitasnya
Dalam hal ini, hadits yang masuk dalam bahasan adalah hadits ahad, baik yang masyhur, aziz maupun ghorib, karena masih membutuhkan penelitian dan penyelidikan sehingga dapat diketahui apakah hadits tersebut dapat diterima (maqbul) ataupun ditolak (mardud).
Sedangkan kalau hadits mutawatir itu sudah jelas maqbulnya, karena berdasarkan sumber-sumber (rowi) yang banyak dan mustahil untuk bersepakat bohong.
Hadits dilihat dari segi kualitasnya, itu ada 2:
1.Hadits Maqbul
a. Pengertian
Hadits maqbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah.1 Ada juga yang mengemukakan bahwa hadits maqbul adalah hadits yang menjadi unggul karena sesuatu yang dikabarkannya.2
b. Pembagian hadits maqbul
Dilihat dari perbedaan derajat hadits, hadits maqbul terbagi menjadi 4 macam:
1)Shohih lidzaatihi
Hadits shohih lidzaatihi adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.
Adapun syarat-syarat hadits shohih lidzaatihi adalah:
1Rawinya bersifat Adil. menurut Ibnu As-Sam’ani, keadilan seorang rowi itu harus memenuhi 4 syarat:3
Selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat.
Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
Tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan iman kepada qodar dan mengakibatkan penyesalan.
Tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar syara’.
2Perowinya dhobit (mampu menjaga keaslian hadits, mulai dari pada waktu dia menerima dari gurunya sampai ketika menyampaikannya pada murid-muridnya tanpa mengurangi 1 huruf pun).
Dhobit disini bisa dibedakan menjadi 2 macam: Apabila seseorang mempunyai ingatan yang kuat, sejak dia menerima sampai kepada menyampaikan ke orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan dimana saja dikehendaki, maka itu disebut “Dhobit fi as-shodri”
Kemudian, kalau apa yang disampaikan itu berdasarkan pada buku catatannya, maka itu disebut “Dhobit fi al-kitab”.
3Sanadnya tidak terputus (biasanya memakai lafadz سمعنا , حدثنا , اخبرنا dan semisalnya).
4Hadits itu tidak berillat (suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits, kebanyakan illat ini terjadi pada matan hadits).
5Hadits itu tidak janggal (berlawanannya hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang tsiqqoh, dengan rowi yang lebih tsiqqoh).
Sedangkan hukum hadits ini adalah wajib mengamalkannya (dengan dasar kesepakatan para ulama) dan bisa dipakai sebagai hujjah.4
2)Hasan Lidzaatihi
Hadits hasan lidzaatihi adalah hadits yang dinukilkan oleh seorang perowi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (kurang dhobit), sanadnya muttasil (bersambung) dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya.5
Dari pengertian diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa syarat-syarat hadits hasan adalah:
Sanadnya bersambung
Perowinya adil
perowinya dhobit, tetapi kualitas kedhobitannya masih dibawah hadis shohih
Tidak ada kejanggalan atau syad
tidak berilat
Sedangkan hukum hadits ini adalah sama seperti halnya hadits shohih tadi, walaupun hadits shohih lebih kuat daripada hadits hasan ini. Para ulama' fiqih juga memakai hadits ini sebagai hujjah, dan mereka juga mengamalkannya.6
Kitab jami' at-Tirmidzi adalah induk rujukan mengenai hadits hasan. At-Tirmidzi lah orang yang pertama yang diketahui telah membagi hadits kedalam shohih, hasan dan dloif.7
3) Shohih lighoirihi
Hadits shohih lighoirihi adalah hadits hasan lidzaatihi yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari sifat sebuah hadits maqbul. Hal ini bisa terjadi karena beberapa hal, misalnya saja perowinya adil tapi dari sisi kedhobitannya, dia dinilai kurang.
Serta hadits ini bisa menjadi shohih karena ada hadits lain yang sama atau sepadan (matannya) diriwayatkan melalui jalur lain yang setingkat atau malah lebih shohih.
Salah satu contoh hadits shohih lighoirihi ini adalah hadits:
لولا ان أشق على امتي او على الناس لامرتهم بالسواك مع كل صلاة (رواه البخري)
Menurut Ibnu Al-Shalah bahwa Muhammad bin ‘Amr (perowi hadits diatas) adalah terkenal sebagai orang yang jujur, akan tetapi kedhobitannya kurang, sehingga hadits riwayatannya hanya sampai derajat hasan (lidzaatihi).
Akan tetapi karena ada hadits lain yang lebih tsiqqoh (seperti hadits riwayat Bukhori yang diriwayatkan melalui jalurAl-A’roj pada hadits diatas), maka hadits hasan lidzaatihi tersebut naik derajatnya menjadi hadits hasan lighoirihi.
Hadits shohih lighoirihi ini tingkatan derajatnya diatasnya hadits hasan lidzaatihi, tapi masih dibawahnya hadits shohih lidzaatihi.
4)Hasan lighoirihi
Hadits hasan lighoirihi adalah hadits dloif yang mana sanadnya itu didukung oleh sanad-sanad lain yang banyak (baik derajatnya itu sama ataupun lebih kuat) dan kedloifan hadits tersebut bukan disebabkan karena kefasikan atau kedustaan perowi tersebut, melainkan adakalanya disebabkan oleh jeleknya hafalannya perowi, sanadnya terputus atau perowinya itu tidak begitu diketahui keadaannya.8
Dengan kata lain, sistem periwayatan hadits tersebut (terutama syarat-syarat keshohihannya) banyak yang tidak terpenuhi, akan tetapi perowinya dikenal sebagai orang yang tidak banyak berbuat kesalahan atau tidak banyak berbuat dosa, serta banyak juga yang meriwayatkan hadits tersebut, baik dengan redaksi yang serupa ataupun mirip, sehingga yang derajat asalnya dloif, naik menjadi hasan.
Hadits hasan lighoirihi ini tingkatan derajatnya lebih rendah dibanding dengan hadits hasan hidzaatihi. Sedangkan hukumnya itu maqbul (bisa diterima dan bisa dipakai untuk hujjah).
2.Hadits Mardud
a.Pengertian
Hadits mardud adalah hadits yang kebenarannya masih diragukan dikarenakan kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih dan hadits hasan.9
Para ulama' membagi hadits mardud ini menjadi banyak, tapi mereka bersepakat bahwa istilah umum dari hadits-hadits tersebut adalah hadits dloif.
Hadits dloif adalah hadits yang tidak sampai mencapai derajat hasan, dikarenakan hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat hasan tersebut.
Adapun hukum mengamalkannya (dipakai hujjah) menurut jumhur itu boleh, asalkan dalam hal keutamaan suatu amal dan memenuhi 3 syarat, yang telah disampaikan oleh ibnu Hajar Al ‘asqolani (salah satu ulama’ ahli hadits) yaitu:10
1.Hadits itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, hadits dloif yang rowinya pendusta, tertuduh dusta dan banyak salah, itu tidak dapat dipakai hujjah, walaupun untuk keutamaan suatu amal.
2.Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dloif tersebut masih dibawah suatu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shohih dan hasan).
3.Dalam mengamalkannya itu tidak berkeyakinan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber dari Nabi. Tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata-mata untuk ikhtiyat (hati-hati) belaka.
b.Pembagian hadits mardud
Sebab-sebab yang bisa membuat suatu hadits tertolak (dilihat dari sanadnya) itu ada banyak, yang apabila diglobalkan itu menjadi 2 bagian: سقط من الاسناد dan طعن في الروي . Sedangkan yang dibahas disini adalah yang pertama, yaitu سقط من الاسناد
Hadits-hadits yang سقط من الاسناد (sanadnya tidak bersambung) ini ada 5 macam, yaitu:
1.Hadits Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau lebih dari awal sanad. Gugurnya sanad pada hadits ini dapat terjadi pada sanad pertama, pada seluruh sanadnya (langsung diruju’kan ke Nabi) atau pada seluruh sanadnya selain sahabat. 11
contoh hadits muallaq ini adalah:
ان العلماء ورثة الانبياء, وان الانبياء لم يورثوا دينارا ولا درهاما, انما ورثوا العلم, فمن اخذه اخذ بحظ وافر
“Bahwa para ulama’ itu adalah pewaris para Nabi dan para Nabi itu tidak mewariskan satu dinar, dan tidak pula satu dirham, tetapi para Nabi hanya mewariskan ilmu pengetahuan, barang siapa mengambilnya, maka dia akan mendapatkan saham yang besar”.
Imam Bukhori membuang seluruh sanad hadits tersebut, dalam kitab shohihnya, dalam bab “al ilmu qobla al- qouli wa al-‘amali”.
2.Hadits Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat di satu thobaqot (tabi’in/tabi’it tabi’in), atau gugur dua orang rowi pada dua thobaqot dalam keadaan tidak berturut-turut (pisah).
Cara mengetahui hadits munqoti’ ini dengan cara:12
Diketahuinya tidak ada persambungan sanad hadits (setelah diteliti) karena masa hidup perowi tidak sezaman.
Diketahui dari sudut pandang perowi yang lain, yang juga meriwayatkan hadits yang sama.
Diketahui ada kesamaran dalam tata urutan sanad tersebut (ini biasanya hanya diketahui oleh orang yang mempunyai keahlian saja).
Hadits munqoti’ ini tidak dapat dijadikan hujjah, karena dengan gugurnya seorang perowi atau lebih, itu menyebabkan salah satu syarat hadits shohih.
3.Hadits Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya/seseorang setelah tabi'in (sahabat). Atau juga bisa dikatakan dengan hadits yang mana perowinya (tabi’in) langsung menyandarkan hadits tersebut kepada Nabi. Baik tabi’in tersebut besar ataupun masih kecil.
Dengan kata lain, tabi’in tersebut tidak menyebutkan bahwa ia menerima hadits dari sahabat, melainkan mengatakan bahwa ia menerimanya dari Nabi.
Hadits mursal ini terbagi menjadi 3:13
Mursal al-Jali: yaitu pengguguran nama sohabat tersebut, dilakukan oleh tabi’in yang besar.
Mursal al-Khofi: yaitu pengguguran nama sohabat tersebut, dilakukan oleh tabi’in yang masih kecil.
Mursal as-Sohabi: yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat, yang mana ia sendiri tidak langsung menerimanya dari Nabi (karena mungkin ia pada waktu itu masih kecil atau tidak pada satu majlis dengan Nabi pada saat hadits itu diwurudkan), akan tetapi ia mengatakan bahwa hadits itu langsung dari nabi.
Sedangkan mengenai hukum berhujjah dengan menggunakan hadits mursal ini, para ulama’ berbeda pendapat (ada 10 pendapat), tapi yang tergolong masyhur hanya 3 pendapat:
1)Membolehkan berhujjah dengan menggunakan hadits mursal secara mutlak (Ulama’ yang termasuk kelompok ini adalah Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahamad dan sebagian ahli ilmu).
2)Tidak membolehkan secara mutlak ( ini menurut Imam Nawawi, jumhur ulama’ ahli hadits, Imam syafi’I, serta kebanyakan ulama’ ahli fiqih dan ushul).
3)Boleh, apabila ada riwayat lain yang musnad, yang diamalkan oleh sebagian ulama’, atau sebagian besar ahli ilmu.
4.Hadits Mu'dlol: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in.
Jadi, dengan kata lain hadits mu’dlol ini berbeda dengan hadits munqoti’. Pada hadits ini, gugurnya 2 orang perowi itu secara berturut-turut dan dimanapun saja. Sedangkan pada hadits munqoti’, gugurnya 2 orang perowi itu terjadi secara terpisah (tidak berturut-turut) serta tempatnya tertentu (selain sahabat/thobaqot pertama).14
Hadits mu’dlol ini tidak bisa dipakai hujjah, karena ia lebih buruk keadaannya daripada hadits munqoti’. Dan hadits munqoti’, itu lebih buruk daripada hadits mursal (ini menurut Al-Jurjani )
5.Hadits Mudallas: adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut Mudallis. Hadits yang diriwayatkan mudallis disebut hadits mudallas, dan perbuatan seperti itu disebut tadlis.
Adapun macam-macam tadlis itu ada 3:15
Tadlis isnad: yaitu apabila perowi meriwayatkan suatu hadits dari orang yang pernah bertemu dengan dia, tapi perowi tersebut tidak pernah mendengar langsung hadits dari orang yang pernah bertemu dengannya. Semisalhadits yang berbunyi:
قال رسول الله صلعم : اذا نعس احدكم في مجلسه يوم الجمعة فليتحول الى غيره (رواه ابو داوود)
Dalam hadits Ibnu Umar tersebut, ada seorang rowi bernama Muhammad bin Ishaq, yaitu seorang mudallis dan dia telah membuat ‘an’anah (meriwayatkan dengan ‘an).
Tadlis Syuyukh: yaitu apabila seorang rowi meriwayatkan sebuah hadits yang didengarnya dari seorang guru dengan menyebutkan nama kuniyahnya, nama keturunannya, atau menyifati gurunya dengan sifat-sifat yang tidak/belum dikenal oleh orang banyak. Misalnya seperti perkataan Abu Bakar bin Mujahid Al-Murqy:
حدثنا عبد الله بن ابي عبيد الله...
Yang dimaksud dengan Abdulloh disini adalah “Abu Bakar bin Abi Dawud As-Sijistany”.
Tadlis Taswiyah: yaitu bila seorang rowi meriwayatkan hadits dari gurunya yang tsiqqoh, yang mana gurunya tersebut menerima dari gurunya yang lemah, dan guru yang lemah ini menerima dari guru yang tsiqqoh juga. Tetapi rowi mudallis tadi meriwayatkannya tanpa menyebutkan rowi-rowi (guru-gurunya) yang lemah, bahkan ia meriwayatkan dengan lafadz yang mengandung pengertian bahwa rowinya semuanya tsiqqoh.